Minggu, 31 Oktober 2010

Metode pembelajaran Bahasa Inggris SD

PENDEKATAN PEMBELAJARAN BAHASA INGGRIS DI SD.
Pembelajaran Bahasa Inggris pada jenjang pendidikan SD identik dengan mengajari seorang bayi bahasa ibu. Dimana secara umum anak-anak kita di sekolah dasar belum mengenal Bahasa Inggris . Sehingga hal itu akan berdampak pada pola pengajaran Bahasa Inggris pada tingkat SD yang lebih bersifat pengenalan. Sehingga diusahakan sedapat mungkin agar tercapai apa yang disebut “kesan pertama sangat mengesankan’ yang selanjutnya sebagai motivasi bagi mereka untuk mengeksplorasi khasanah berbahasa inggris pada tataran lebih lanjut. Maka dari itu diperlukan kiat-kiat khusus berupa penerapan metode-metode pembelajaran yang inovatif.
Awalnya pembelajaran Bahasa Inggris di negara asalnya sendiri yaitu Inggris dan beberapa negara pengguna Bahasa Inggris sebagai bahasa nasionalnya seperti Australia, New Zaeland, Kanada dan Amerika Serikat mengajarkan bahasa secara terpisah-pisah. Sejak sekitar tahun 1980-an mulai menerapkan pendekatan whole language pada pembelajaran bahasa ( Routman, 1991). Whole language adalah pendekatan pengajaran bahasa secara utuh tidak terpisah-pisah (Edelsky, 1991 ; Froese, 1990; Goodman, 1986; Weaver , 1992) . Pendekatan whole language didasari oleh paham kontruktifisme yang menyatakan bahwa anak dapat mengkonstruksikan sendiri strutur kognitifnya berdasarkan pengalaman yang didapatkannya melalui peran aktif dalam belajar secara utuh (whole) dan (integrated) terpadu. (Robert, 1996).
Komponen whole language adalah (1) Reading alloud, yaitu kegiatan membaca yang dilakukan guru kepada siswanya. (2) Jurnal writing yaitu suatu kegiatan menulis jurnal yang memberikan siswa mencurahkan perasaannya tentang kegiatan belajar dan hal ikwal yang ada hubungannya dengan pembelajaran serta sekolah dalam bentuk tulisan.
(3) Sustained silent reading, yaitu kegiatan membaca dalam hati. (4) Guided reading, yaitu kegiatan membaca terbimbing, (5) Guded Writing, yaitu kegiatan pembelajaran menulis terbimbing, (6) Independen reading, yaitu kegiatan membaca bebas sesuai bacaan yang siswa gemari. (7) Independent writing yaitu kegiatan menulis bebas sehingga siswa dapat berfikir kritis dalam menganalisa obyek atau hal yang ia tulis.
Kelas yang menerapkan pembelajaran berbasiskan whole language adalah merupakan kelas yang kaya akan barang cetak, seperti buku, majalah, koran, dan buku petunjuk. Di samping itu kelas whole language dilengkapi dengan sudut-sudut yang memungkinkan siswa melakukan kegiatan secara mandiri. Strategi penilaian yang guru dapat lakukan dalam hal ini adalah melalui penilaian proses dan fortofolio.

Sementara menurut David Nunan (1989) dalam Solchan T.W., dkk (2001:66) pembelajaran bahasa hendak dibelajarkan menggunakan pendekatan komunikatif. Dimana pendekatan komunikatif berdasarkan teori bahasa adalah suatu sistem untuk mengekspresikan suatu makna, yang menekankan fasa dimensi semantik dan komunikatif daripada ciri-ciri gramatikal bahasa. Oleh karna itu yang perlu ditonjolkan adalah interaksi dan komunikasi bahasa, bukan pengetahuan tentang bahasa.
Teori belajar yang cocok untuk pendekatan ini adalah teori pemerolehan bahasa ke dua secara alamiah. Teori ini beranggapan bahwa proses belajar lebih efektif apabila bahasa diajarkan secara alamiah sehingga proses belajar bahasa lebih efektif dilakukan melalui komunikasi langsung dalam bahasa yang dipelajari. Kebutuhan siswa yang utama dalam belajar bahasa berkaitan dengan kebutuhan berkomunikasi maka tujuan umum pembelajaran bahasa adalah untuk mengembangkan siswa untuk berkomunikasi. Dalam pembelajaran Bahasa Inggris dengan pendekatan komunikatif siswa dihadapkan pada situasi komunikasi nyata , seperti tukar menukar informasi, negoisasi makna atau kegiatan lain yang sifatnya riil.
Dalam pendekatan komunikatif peran guru hanya bersifat memfasilitasi proses komunikasi , partisipan tugas dan teks, menganalisa kebutuhan, konselor dan manajer pembelajaran. Sementara siswa berposisi pada pemberi dan penerima, negosiator, dan interaktor sehingga siswa tidak hanya menguasai bentuk-bentuk bahasa, tetapi bentuk dan maknanya dalam kaitannya dengan konteks pemakaian. Materi yang disajikan dalam peranan sebagai pendukung usaha meningkatkan kemahiran berbahasa dalam tindak komunikasi nyata.
Menurut pendekatan komunikatif metode yang tepat diterapkan adalah metode komunikatif itu sendiri dengan uraian teknik seperti yang diuaraikan dalam Santosa, dkk yang dipetik dari Tarigan yang disarikan dari Solchan, dkk. (2001) berikut ini, (1) teknik pelajaran menyimak, (2) teknik pembelajaran berbicara, (3) teknik pembelajaran membaca, (4) teknik pembelajaran menulis. Sementara teknik evaluasi untuk pendekatan ini adalah tes diskrit yaitu tes yang bersifat terpisah antar aspek kebahasaan, tes integratif yaitu tes yang memadukan semua aspek kebahasaan pada suatu tes evaluasi yang bersifat tercampur. Yang terakhir adalah tes pragmatik yaitu kemampuan siswa dalam menggunakan elemen-elemen kebahasaan dalam konteks situasional tertentu sebagai tolak ukurnya. Beberapa jenis tes pragmatis adalah, dikte, berbicara, parafrase, menjawab pertanyaan, dan teknik rumpang.
Pendekatan yang lain yang sering dianjurkan untuk diterapkan adalah pendekatan ketrampilan proses. Dimana pendekatan ketrampilan proses diidentifikasi sebagai pendekatan yang memberi kesempatan seluas-luasnya kepada siswa untuk terlibat secara aktif dan kreatif dalam proses pemerolehan bahasa. Kalau dibandingkan dengan pendekatan whole language dan pendekatan komunikatif maka pendekatan ketrampilan proses adalah dijiwai oleh dua pendekatan tersebut. Demikian halnya dengan pendekatan CBSA yang pernah populer di era tahun 1980-an juga merupakan cerminan dari dua pendekatan sebelumnya. Sampai kepada pendekatan pakem dan yang terakhir adalah pendekatan quantum teaching, seperti yang akan dibahas pada bagian berikut dari bab kajian pustaka in.

RUANG LINGKUP PEMBELAJARAN BAHASA INGGRIS SD

Ruang lingkup pembelajaran Bahasa Inggris di SD utamanya di kelas IV dimana penulis akan melakukan kajian adalah dapat dibedakan berdasarkan aspek yang seperti diuraikan di atas. Aspek aspek tersebut dianalisa untuk dibelajarkan menggunakan tema-tema sederhana yang memiliki tindak tutur yang berterima seukuran siswa kelas IV SD sebagai individu pemula mengenal Bahasa Inggris. Diantara tema tersebut adalah (1) alphabets and greeting, (2) family, (3), things in the classroom, (4) job , (5) part of body dan sebagainya, Pedoman Pembuatan Silabus KKG Bahasa Inggris (2007)
Tema-tema tersebut dibelajarkan ditinjau dari sudut aspek kebahasaan yaitu, listening, reading, speaking dan writing.
Aspek-aspek kebahasaan tersebut dikemas sedemikian rupa untuk dibelajarkan dalam suatu tema. Karna masih dalam taraf pengenalan maka pendalaman materi hanya dapat berkisar pada tema-tema sederhana yang memungkinkan dalam jangkauan panca indra siswa dan imajinasi sederhana siswa. Hal tersebut menyesuaikan dengan tataran kognitif anak SD menurut Piaget adalah pada tataran operasional konkrit. Demikian juga mempertimbangkan suasana lingkungan belajar siswa. Jangan sampai materi yang diberikan secara fakta tidak pernah berinteraksi dan di luar imajinasi siswa. Sehingga harapan kebermaknaan belajar sangat jauh dari harapan.
Bahasa Inggris sama halnya dengan Bahas Indonesia adalah merupakan alat komunikasi yang mengandung beberapa sifat yaitu sistemik , manasuka, ujar, manusiawi, dan komunikatif . Disebut sistemik karna bahasa merupakan sebuh sistem yang terdiri dari sistem bunyi dan sistem makna. Manasuka karna antara makna dan bunyi tidak ada hubungan logis. Disebut ujaran karna dalam bahasa yang terpenting adalah bunyi, karna walaupun ada yang ditemukan dalam media tulisan tapi pada akhirnya dibaca dan menimbulkan bunyi. Disebut manusiawi karna bahasa ada jika manusia masih ada dan memerlukannya, Santosa (2005).
Sehingga pembelajaran bahasa khususnya Bahasa Inggris harus dikembalikan sebagai pembelajaran bahasa yang manusiawi. Kita mungkin masih ingat bagaimana orang tua kita mengajarkan bahasa pada adik kita, demikaian juga halnya saat kita belajar bahasa, tak terkecuali belajar Bahasa Inggris. Tanpa metode apapun mereka mengajarkan bahasa tetapi kita akhirnya dapat berbahasa. Namun ketika menginjak usia sekolah dan mendapat pelajaran bahasa , keadaan menjadi terbalik. Bahasa yang semula merupakan hal yang mudah dan mengasikkan berubah menjadi pelajaran yang sulit, (Goodman, 1986 dalam Santosa, 2005). Pembelajaran bahasa konvensional sering memisahkan aspek-aspek kebahasaan yang diajarkan secara terpisah-pisah. Walaupun saat ini sudah ada metode pembelajaran terpadu tetapi kadang-kadang kita lebih senang mengkotak-kotakkannya karna kepentingan guru secara birokratik harus memenuhi standar penilaian tiap aspek kebahasaan. Walaupun sering kita dengar pendekatan integratif dan whole language, tetapi masih saja kita terkungkung oleh pandangan bahwa bahasa itu terdiri dari aspek mendengarkan, berbicara, membaca dan menulis.
Menurut Routman (1991) dan Froese (1991) ada delapan komponen whole language yaitu reading aloud, journal writing, sustained silent reading dan independent writing. Semua komponen tersebut berbasiskan siswa. Namun sesuai dengan pengertian whole language kedelapan komponen tersebut dibelajarkan secara utuh.
Dalam pengenalan Bahasa Inggris untuk siswa pengguna bahasa ibu Bahasa Indonesia, kita hendaknya menganggap siswa tersebut seorang bayi yang baru akan belajar bahasa. Kita tidak bisa memulai pengenalan belajar bahasa dengan cara menghapalkan kata dan arti, mengenalkan tensis, dan yang lainnya seperti kita belajar sewaktu di bangku SMA. Banyak sekali buku –buku pelajaran Bahasa Inggris untuk SD yang ditulis dengan gaya seperti itu. Pola pembelajaran Bahasa Inggris dengan tingkat pengenalan sedapat mungkin diciptakan suasana bahwa di ruangan itu adalah ruangan yang segala bentuk tampilan berbahasa menggunakan Bahasa Inggris.




METODE KOLABORATIF

Pembelajaran dengan menggunakan metode kolaboratif adalah suatu cara membelajarkan Bahasa Inggris yang menggabungkan berbagai pendekatan dan metode secara terkolaborasi dan spontanitas sesuai suasana belajar. Artinya ada kalanya metode tertentu tidak muncul ke permukaan tetapi di suasana lain metode tersebut muncul dan dominan. Dasar pemilihan metode menggunakan suasana kelas, tujuan pembelajaran yang akan dicapai dan selera siswa. Acuan mengajar adalah pengalaman belajar yang menyenangkan, terstruktur dan bertanggung jawab. Posisi guru adalah teman mereka yang bertindak sebagai pemandu kegiatan. Dan bila perlu dan mungkin siswa yang bertindak sebagai pemandu dan posisi kita adalah teman bermain mereka. Mereka tak sadar sesungguhnya mereka sedang belajar Bahasa Inggris.
Kegiatan yang bersifat kompleks tersebut akan memberi kesempatan pada banyak siswa untuk menunjukkan bakatnya dalam bidang tertentu. Kelas terdiri dari banyak individu yang memiliki perbedaan, dimana oleh Semiawan (1997) menganjurkan untuk dapat memperhatikan perbedaan tersebut sebagai suatu kekuatan bukan suatu defisit. Hal tersebut sesuai dengan perkembangan ilmu pendidikan moderen yang berkerangka fikir “dengan harapan tiada terbatasnya keberbakatan tiap anak “ limitless expentacy of giftedness of each person” Clark (1983). Modal IQ boleh jadi menjadi pijakan utama dalam membangun struktur konsep siswa, akan tetapi Semiawan berpendapat bahwa sebagian peserta didik mempunyai kesempatan untuk berkembang asalkan mendapat layanan yang sesuai dengan potensi dan bakat sesuai pandangan multiple intelegence . Pandangan multiple intelegence (kecerdasan berganda) oleh Howard Gardner akan mudah diaplikasikan melalui metode multimetode (metode variatif). Dimana secara kontekstual tepat diterapkan dalam pembelajaran pengenalan Bahasa Inggris di kelas IV SD.
Dengan pola seperti itu segala benda disekitar kita adalah media dan sumber belajar, bukan hanya buku dan sebatas papan tulis. Dimana menurut delapan prinsip Quantum Teaching (Caine & Caine, 1997) yaitu (1) Segalanya berbicara, (2) segalanya bertujuan, (3) Pengalaman sebelum memberikan nama, (4) Akui setiap usaha, (5) Jika layak dipelajari maka layak di rayakan, (6) Melibatkan seperangkat aturan, kebijakan maupun prosedur dimana guru dan siswa membangun konsensus bersama tentang aturan main di kelas, (7) Aturan sekolah yang jelas, (8) Implementasi kegiatan mendapatkan dukungan. Sehingga ruang kelas bukan lagi tempat satu-satunya untuk belajar. Lapangan, aula, kebun dan sebagainya adalah tempat, sumber dan media belajar. Hambatan yang paling terasa adalah suasana kadang di luar kendali kita, sehingga kamus metode di benak guru harus segera dibuka untuk menemukan metode yang lainnya agar suasana terkendali kembali. Dalam suasana seperti itu tidak ada yang disebut hukuman, yang ada adalah hadiah bagi yang dapat mennyelesaikan permasalahan, sementara yang tidak dapat menyelesaikan tugas hanya dinasehati, sehingga suasana riang tidak akan berkurang.
Gambaran di atas menunjukkan kebebasan siswa yang demikian luas bukan lagi disebut sebagai penghambat, akan tetapi sebagai hal untuk memicu agar motivasi siswa meningkat. Semakin senang siswa dalam konteks suasana belajar Bahasa Inggris maka secara tidak sadar mereka sudah mengenal beberapa kosa kata baik kata benda, kata kerja, kata sifat, kata tanya, penyebutan angka dan sebagainya. Bahkan untuk siswa yang berbakat dalam bahasa sudah dapat mengucapkan kalimat sederhana.
Secara realita pelaksanaan metode kolaboratif dengan media interaktif ini akan dijekaskan pada bab prosedur pelaksanaan program dan fisiknya pada bagian lampiran. Secara garis besar rencana penulis dalam mengaplikasi metode tersebut adalah dengan skenario umum yang secara berkala membentuk klub bermain bagi siswa kelas IV disebut ‘Chit Chat Club I” , untuk kelas V disebut ‘Chit Chat Club II, dan Chit Chat Club II. Chit Chat Club adalah suatu perkumpulan belajar mengucapkan kata kata. Dimana secara distributif program hariannya adalah terintegrasi dari ketrampilan melafalkan kata-kata, menghitung angka, menunjukkan benda, arah, sifat benda, membandingkan benda, bercakap cakap, menyanyi, mengucapkan yel, bermain dan bercerita. Semua kegiatan tersebut disesuaikan dengan tema pembelajaran yang diambil dan selera siswa tanpa mengurangi tujuan yang akan dicapai.

Secara program penulis akan merancang rencana program pembelajaran (RPP) yang mengacu pada Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar pada muatan Standar Isi Mata Pelajaran Muatan Lokal Bahasa Inggris kelas IV. Yang diambil dari Standar Kompetensi yaitu memahami instruksi sangat sederhana dan informasi sangat sederhana dalam konteks kelas. Kompetensi dasarnya adalah bercakap-cakap untuk meminta memberi jasa atau barang secara berterima yang melibatkan tindak tutur , meminta bantuan dan memberi bantuan. Sedangkan indikator yang penulis targetkan adalah (1) meminta bantuan untuk menjelaskan benda benda yang ada di kelas maupun di sekolah, (2) bertanya jawab tentang benda di kelas maupun di sekolah (3) membaca bacaan yang betema tentang ‘The Think Arround Us’ dan (4) menulis nama-nama benda yang ada di kelas atau di sekolah.


MEDIA INTERAKTIF

Media dalam kegiatan pembelajaran Bahasa Inggris menjadi sangat penting sebab tanpa media bagaimana siswa dapat memaknai suatu benda dengan sebutan tertentu dalam Bahasa Inggris. Benda tertentu adalah sebuah fakta yang selanjutnya secara simbolis disepakati disebut dengan ragam bunyi yang dirangkai menjadi kata. Selanjutnya setiap melihat benda tersebut siswa akan ingat denga kata tertentu dalam Bahasa Inggris.
Media interaktif merupakan sebuah objek benda yang dapat otak atik oleh siswa berdasarkan unsur kebahasaan. Media tersebut akan disebutkan dengan kata, ditulis menjadi sebuah rangkaian kalimat yang dapat diucapkan dan didengar oleh yang lain. Dari sebuah benda dapat dibuat suasana interaktif yang melibatkan seluruh panca indra siswa. Secara emosi siswa terlibat sepenuhnya ke dalam proses pembelajaran. Keterlibatan emosi adalah hal yang sangat penting karna penelitian menunjukkan bahwa belajar tanpa keterlibatan emosi akan mengurangi kegiatan saraf otak dalam ‘merekatkan’ pelajaran dalam ingatan, (Goleman, 1995; 1993 LeDoux, 1993, dan MacLean, 1990).
Media interaktif sangat relevan dengan delapan prinsip Quantum Teaching (Caine & Caine, 1997) yaitu (1) Segalanya berbicara, (2) segalanya bertujuan, (3) Pengalaman sebelum memberikan nama, (4) Akui setiap usaha, (5) Jika layak dipelajari maka layak di rayakan, (6) Melibatkan seperangkat aturan, kebijakan maupun prosedur dimana guru dan siswa membangun konsensus bersama tentang aturan main di kelas, (7) Aturan sekolah yang jelas, (8) Implementasi kegiatan mendapatkan dukungan.
Sumber media interaktif dalam konteks pembelajaran Bahasa Inggris sangat mudah untuk diperoleh dan tidak memerlukan biaya yang mahal. Media lingkungan belajar siswa dapat digunakan sebagai media interaktif karna di SD Bahasa Inggris masih bersifat pengenalan.
Media interaktif dapat berupa alat peraga yang dapat divariasikan sesuai dengan fungsi dan tingkat kesensitipan indera siswa. Sebagai mana diketahui bahwa cara belajar siswa ada yang cepat belajar menggunakan visual saja, ada yang cepat dengan melihat, mencium, meraba, atau dengan memberikan keempat melakukan kegiatan Rangsangan – rangsangan proses dari luar yang diterima siswa sebagai bagian dari proses belajar bahasa memerlukan efektifitas kerja penginderaan seperti penglihatan, pendengaran dan perabaan. Efektifitas dan efesiensi kerja indera tersebut sangat terbantu melalui peranan dan penggunaan berbagai peragaan dan alat peraga. Berdasarkan variasi tersebut Winataputra (1997), berpendapat, alat peraga pembelajaran dapat dikelompokan sebagai berikut yaitu (1) alat peraga yang dapat dilihat. Alat peraga ini adalah paling peka peningkatan perhatian dan minat anak dalam pembelajaran. Yang termasuk kelompok ini seperti gambar – gambar, grafik, diagram, papan bulletin, slide, ukiran, peta, film, (2) alat peraga yang dapat didengar. Pada umumnya alat bantu ini mendominasi kelas. Oleh karena itu guru harus mampu menarik perhatian siswa, guru mampu memvariasikan suara sendiri, dari yang tinggi, rendah, sedih, gembira, bersemangat, keras dan lembut. Selain menggunakan suaranya sendiri dapat pula divariasikan dengan alat bantu seperti rekaman suara binatang, pidato, tokoh – tokoh terkemuka, puisi, drama dan suara alam, (3) alat peraga yang dapat diraba dan dimanipulasi. Yang tergolong dalam kelompok ini seperti biji – bijian, model, binatang, tumbuhan, alat – alat laboratorium. Kesempatan memanipulasi alat bantu pembelajaran memberikan makna yang sangat berarti bagi pemahaman materi pelajaran secara mendalam.
Semua alat peraga ini dapat dipilih atau divariasikan sesuai dengan fungsi dan tujuan pembelajaran asalkan penggunaannya memperhatikan situasi dan kemampuan guru agar pembelajaran menjadi lebih efektif dan efesien. Media pembelajaaran yang interaktif akan membuat suasana belajar yang kondusif bagi tumbuhnya struktur kognitif baru yang mengadopsi berbagai informasi baru yang diadaptasi.

SUASANA BELAJAR

Belajar dengan metode kolaboratif dengan media interaktif membawa suasana menggairahkan, dimana suasana kelas maupun lingkunan belajar penuh dengan keakraban, kehangatan, santai, penuh humor, tetapi tetap bertanggungjawab, terfokus serta adanya komunikasi positif. Suasana seperti ini akan mempengaruhi emosi setiap individu siswa. Pembelajaran akan dirasakan sebagai pengalaman yang menyenangkan dan penuh kesan. Pada kondisi sperti ini kita dapat mempertahankan minat siswa untuk belajar lebih lama, memotivasi mereka secara terus menerus dan membuat proses belajar terjadi secara alamiah.
Selama ini banyak sekali metode yang mengetengahkan bagaimana caranya mencampur berbagai metode agar pembelajaran lebih bermakna dan kontekstual. Belajar menurut Amstrong, (1994) adalah dengan belajar mengedepankan kebermakanaan dan kontekstual memungkinkan siswa untuk mengembangkan keberbakatananya. Dimana menurut Gardner, (1983) sebetulnya terdapat 8 jenis kecedasan yaitu, (1) logika matematika, (2) linguistik, ilmu bahasa musik, (3) jarak, (4) kinestetik (5) interpersonal, (6) intrapersonal, (7) alamiah (8) emosi. Dengan pengalaman belajar yang komplek dari metode kolaboratif dengan media interaktif memungkinkan pengembangan kecerdasan lain selain kebahasaan sehingga terjadi dampak pengiring. Dampak pengiring tersebut akan sangat terasa disaat siswa belajar mata pelajaran yang lain. Siswa akan tampak lebih segar dan bersemangat penuh dengan motivasi belajar yang tinggi. Hal tersebut disebabkan karna penulis sebagai guru kelas tetap mengajar mata pelajaran yang lain di kelas tersebut merasakan siswa tidak lagi takut bertanya kepada kita. Mereka sudah merasa dekat melalui pembelajaran menggunakan metode kolaboratif dengan media interaktif.
Suasana belajar melalui metode kolaboratif dengan media interaktif jika dilihat dari segi teoritis pendidikan sangat layak untuk dikembangkan. Pelaksanaannya yang mudah murah dan meriah. Mungkin hambatan yang penulis prediksi adalah suasana belajar yang terkadang di luar kendali kita, masih enggannya kita dekat dengan siswa, karna kita jadi guru masih punya pola pikir ingin ditakuti dan kita takut terlalu berinovasi sehingga ada pihak lain yang cendrung apatis. Apalagi sikap seperti itu ditunjukkan oleh kepala sekolah maka semangat kita untuk berinovasi jadi lemah. Permasalahan yang lain yang lebih penting adalah kesiapan administrasi yang menunjang kegiatan tersebut. Pada bab selanjutnya akan dijelaskan rencana penulis mengaplikasikan idialisme tersebut kedalam bentuk perangkat pembelajaran yang sudah barang tentu disesuaikan dengan tuntutan birokratis.


EVALUASI
Setiap kegiatan pembelajaran memerlukan kegiatan evaluasi untuk mengukur sejauh mana efektifitas pembelajaran telah dapat diselenggarakan. Tentunya hal tersebut memerlukan acuan penilaian yang dijadikan tuntunan pemberian skor secara kuantitatif sebelum disimpulkan secara evaluatif. Dalam skenario pembelajaran acuan umum yang dipakai adalah indikator yang dijabarkan dalam bentuk tujuan pembelajaran.
Begitu pentingnya kegiatan evaluasi pembelajaran sehingga setiap kegiatan pembelajaran mempersaratkan keberadaan perangkat evaluasi. Rusyan (1993:211), dalam buku Proses Belajar Mengajar Yang Efektif menyatakan evaluasi dalam suatu proses belajar mengajar merupakan komponen yang sangat penting dan tidak dapat dipisahkan dari keseluruhan proses. Kepentingan evaluasi tidak hanya mempunyai makna bagi proses belajar peserta didik, tetapi juga memberikan umpan balik terhadap program secara keseluruhan. Inti dari evaluasi adalah pengadaaan informasi bagi pihak pengelola proses belajar mengajar untuk membuat macam – macam keputusan dengan menggunakan informasi yang diperolehnya melalui pengukuran hasil belajar baik yang menggunakan instumen tes maupun non tes. Sedangkan penilaian adalah usaha mengumpulkan berbagai informasi secara berkesinambungan dan menyeluruh tentang hasil belajar yang telah dicapai oleh siswa. Bentuk evaluasi itu ada berbentuk tes dan non tes. Kedua bentuk itu dapat digunakan salah satu atau kedua – duanya tergantung tujuan dari penilaian pembelajaran.
Dalam pembelajaran Bahasa Inggris evaluasi dapat diselenggarakan untuk mengetahui sejauh mana indikator ketrampilan berbahasa sudah dapat dikuasai oleh siswa. Evaluasi yang paling relevan adalah menggunakan lembar tes perfomance yang akan mengukur sejauh mana penguasaan siswa terhadap aspek kebahasaan yaitu, mendengarkan, membaca, berbicara dan menulis. Tampilan tes perfomance tersebut dapat berupa diskrit, yang menampilkan bagian demi bagian aspek kebahasaan tersebut. Dapat juga berupa tes integratif dan fragmatik.
Yang terpenting dalam hal ini adalah tujuan pembelajaran tercapai sesuai dengan indikator yang ditargetkan dengan menggunakan alat ukur berupa evaluasi yang relevan. Tentunya dengan mempertimbangkan prosedur pembuatan alat ukur evaluasi tersebut.

Pembelajaran IPS di SD

1. Pelajaran  IPS untuk Sekolah Dasar
Pelajaran  Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) di SD harus memperhatikan kebutuhan anak yang berusia antara 6-12 tahun. Anak dalam kelompok usia 7-11 tahun menurut Piaget (1963) berada dalam perkembangan kemampuan intelektual/kognitifnya pada tingkatan kongkrit operasional. Mereka memandang dunia dalam keseluruhan yang utuh, dan menganggap tahun yang akan sebagai waktu yang masih jauh. Yang mereka pedulikan adalah sekarang (kongkrit), dan bukan masa depan yang belum  mereka pahami (abstrak). Padahal bahan materi IPS penuh dengan pesan-pesan yang bersifat abstrak. Konsep-konsep seperti waktu, perubahan, kesinambungan (continuity), arah mata angin, lingkungan, ritual, akulturasi, kekuasaan, demokrasi, nilai, peranan, permintaan, atau kelangkaan adalah konsep-konsep abstrak yang dalam program studi IPS harus dibelajarkan kepada siswa SD.
Berbagai cara dan teknik pembelajaran dikaji untuk memungkinkan konsep-konsep abstrak itu dipahami anak. Bruner (1978) memberikan pemecahan berbentuk jembatan bailey untuk mengkongkritkan yang abstrak itu dengan enactive, iconic, dan symbolic melalui percontohan dengan gerak tubuh, gambar, bagan, peta, grafik, lambing, keterangan lanjut, atau elaborasi dalam kata-kata yang dapat dipahami siswa. Itulah sebabnya IPS SD bergerak dari yang kongkrit ke yang abstrak dengan mengikuti pola pendekatan lingkungan yang semakin meluas (expanding environment approach) dan pendekatan spiral dengan memulai dari yang mudah kepada yang sukar, dari yang sempit menjadi lebih luas, dari yang dekat ke yang jauh, dan seterusnya : dunia-negara tetangga-negara-propinsi-kota/kabupaten-kecamatan-kelurahan/desa-RT/RW-tetangga-keluarga-Aku.

2. Pola Pendekatan Lingkungan yang Semakin Meluas
Pembelajaran IPS SD akan dimulai dengan pengenalan diri (self), kemudian keluarga, tetangga, lingkungan RT, RW, kelurahan/desa, kecamatan, kota/kabupaten, propinsi, negara-negara  tetangga, kemudian dunia. Anak bukanlah sehelai kertas putih yang menunggu untuk ditulisi, atau replika  orang dewasa dalam format kecil yang dapat dimanipulasi sebagai tenaga buruh yang murah, melainkan, anak adalah entitas yang unik, yang memiliki berbagai potensi yang masih latent dan memerlukan proses serta sentuhan-sentuhan tertentu dalam perkembangannya. Mereka yang memulai dari egosentrisme dirinya kemudian belajar, akan menjadi berkembang dengan kesadaran akan ruang dan waktu yang semakin meluas, dan mencoba serta berusaha melakukan aktivitas yang berbentuk intervensi dalam dunianya. Maka dari itu, pendidikan IPS adalah salah satu upaya yang akan membawa kesadaran terhadap ruang, waktu, dan lingkungan sekitar bagi anak (Farris and Cooper, 1994 : 46).
3. Pelajaran IPS dalam Struktur KTSP SD
Pendidikan IPS SD disajikan dalam bentuk synthetic science, karena basis dari disiplin ini terletak pada fenomena yang telah diobservasi di dunia nyata. Konsep, generalisasi, dan temuan-temuan penelitian dari synthetic science ditentukan setelah fakta terjadi atau diobservasi, dan tidak sebelumnya, walaupun diungkapkan secara filosofis. Para peneliti menggunakan logika, analisis, dan keterampilan (skills) lainnya untuk melakukan inkuiri terhadap fenomena secara sistematik. Agar diterima, hasil temuan dan prosedur inkuiri harus diakui secara public  (Welton and Mallan, 1988 : 66-67).
IPS merupakan salah satu mata pelajaran yang diberikan di SD yang mengkaji seperangkat peristiwa, fakta, konsep, dan generalisasi yang berkaitan dengan isu sosial . Memuat  materi geografi, sejarah, sosiologi, dan ekonomi. Melalui mata pelajaran IPS, anak diarahkan untuk dapat menjadi warga negara Indonesia yang demokratis, bertanggung jawab, serta warga dunia yang cinta amai.
Mata pelajaran IPS bertujuan agar anak didik  memiliki kemampuan sbb:
a.        Mengenal konsep-konsep yang berkaitan dengan kehidupan masyarakat dan lingkungannya
b.       Memiliki kemampuan dasar untuk berpikir logis dan kritis,rasa ingin tahu,inkuiri, memecahkan masalah, dan keteramplan dalam kehidupan sosial
c.        Memiliki komitmen dan kesadaran terhadap nilai-nilai sosial dan kemanusiaan
d.       Memiliki kemampuan berkomonikasi,  bekerjasama dan berkompetisi dalam masyarakat yang mejemuk, ditingkat lokal,nasional, dan global
Ruang lingkup mata pelajaran IPS meliputi aspek-aspek sbb:
a.        Manusia, tempat, dan lingkungan
b.       Waktu, keberlanjutan, dan perubahan
c.        Sistem sosial dan budaya
d.       Perilaku ekonomi dan kesejahteraan
4. Tema-tema IPS SD yang Perlu Mendapat Perhatian
Secara gradual, di bawah ini akan diungkapkan beberapa tema IPS SD yang perlu mendapat perhatian kita bersama, antara lain :
a.        IPS SD sebagai Pendidikan Nilai (value education), yakni : Mendidikkan nilai-nilai yang baik yang merupakan norma-norma keluarga dan masyarakat; Memberikan klarifikasi nilai-nilai yang sudah dimiliki siswa; Nilai-nilai inti/utama (core values) seperti menghormati hak-hak perorangan, kesetaraan, etos kerja, dan martabat manusia (the dignity of man and work) sebagai upaya membangun kelas yang demokratis.
b.       IPS SD sebagai Pendidikan Multikultural (multicultural _ocial_on), yakni  Mendidik siswa bahwa perbedaan itu wajar; Menghormati perbedaan etnik, budaya, agama, yang menjadikan kekayaan budaya bangsa;· Persamaan dan keadilan dalam perlakuan terhadap kelompok etnik atau minoritas.
c.        IPS SD sebagai Pendidikan Global (global education), yakni : Mendidik siswa akan kebhinekaan bangsa, budaya, dan peradaban di dunia; Menanamkan kesadaran ketergantungan antar bangsa; Menanamkan kesadaran semakin terbukanya komunikasi dan transportasi antar bangsa di dunia; Mengurangi kemiskinan, kebodohan dan perusakan lingkungan.
5. Metode Pembelajaran IPS SD
Mata pelajaran IPS disusun secara sistematis, komprehensif, dan terpadu dalam proses pembelajaran menuju kedewsaan dan keberhasilan dalam kehidupan di masyarakat. Dengan pendekatan tersebut diharapkan anak akan memperoleh pemahaman yang lebih luas dan mendalam pada bidang ilmu yang berkaitan.
Sesuai dengan karakteristik anak dan IPS SD, maka metode ekspositori akan menyebabkan siswa bersikap pasif, dan menurunkan derajat IPS menjadi pelajaran hafalan yang membosankan. Guru yang bersikap memonopoli peran sebagai sumber informasi, selayaknya meningkatkan kinerjanya dengan metode pembelajaran yang bervariasi, seperti menyajikan cooperative learning model; role playing, jigsaw, membaca sajak, buku (novel), atau surat kabar/majalah/jurnal agar siswa diikutsertakan dalam aktivitas akademik. Menerapkan pembelajaran aktif, kreatif, efektif dan menyenangkan (PAKEM)  yang memungkinkan anak  mengerjakan kegiatan yang beragam untuk mengembangakan ketrampilan, sikap dan pemahaman dengan penekanan belajar sambil bekerja, sementara guru menggunakan berbagai sember dan alat Bantu belajar termasuk pemnfaatan lingkungan supaya pembelajaran lebih menarik, menyenangkan dan efektif. Tentu saja guru harus menimba ilmunya dan melatih keterampilannya, agar ia mampu menyajikan pembelajaran IPS SD dengan menarik.
6. Penilaian
Penilaian dilakukan melalui penilaian berbasis kelas. Penilaian diarahkan untuk mengukur pencapai indikator hasil belajar siswa, dengan menerapakan prinsip-prinsip penilaian, pelaksanaan berkelanjutan, adanya bukti-bukti otentik, akurat dan konsisten. Penilaian pencapaian kompetensi sebgai hasil belajar siswa diperoleh melalui serangkaian penilaian selama dan setelah proses belajar mengajar, yang meliputi ranah kognitif,efektif dan psikomotor. Ketiga ranah tersebut dapat diukur dengan menggunakan berbagai macam bentuk alat penilaian. Selain penilaian tertulis , dapat juga menggunakan model penilaian perbuatan, penugasan,produk atau portofolio.

Strategi dan inovasi pembelajaran siswa SD

Ibarat seorang jenderal dalam kemiliteran, guru dituntut memiliki siasat atau strategi dalam melaksanakan tugas mengajarnya. Strategi dalam belajar mengajar dimaksudkan untuk mensiasati anak didik agar terlibat aktif belajar. Kemampuan guru dalam memahami dan mengimplementasikan strategi (mengajarnya) merupakan hal yang sangat penting dalam semua peristiwa belajar mengajar.
Kata Strategi berasal dari kata Strategos (Yunani) atau strategus. Strategos berarti jenderal atau perwira negara (state officer). Jenderal inilah yang bertanggungjawab merencanakan suatu strategi dan mengarahkan pasukannya untuk mencapai kemenangan, begitupun tanggungjawab guru dalam kelas mensiasati anak didik sehingga tercapai tujuan pembelajaran peserta didiknya.untuk itulah diperlukan inovasi pembelajaran peserta didik,dalam hal  ini pembelajaran untuk siswa SD.
Dalam perkembangannya, konsep strategi telah digunakan dalam berbagai situasi, termasuk situasi pendidikan.Implementasi konsep strategi dalam kondisi belajar mengajar ini sekurang – kurangnya melahirkan pengertian berikut.
  1. Strategi merupakan suatu keputusan bertindak dari guru dengan menggunakan kecakapandan sumber daya pendidikanyang tersedia untuk mencapai trujuan melalui hubungan yang efektif antara lingkungan dan kondisi yang paling menguntungkan.
  2. Strategi merupakan garis besar haluan bertindak dalam mengelola prosese belajar mengajar untuk mencapaio tujuan pengajaran secara efektif dan efisien.
  3. Strategi dalam proses belajar mengajar merupakan suatu rencana yang dipersiapkan secara seksama untuk mencapai tujuan - tujuan  belajar.
  4. Strategi merupakan pola umum perbuatan guru-peserta didik didalam  perwujudan kegiatan belajar mengajar .

Perlu dijelaskan pula, bahwa strategi belajar mengajar bukan desain instruksional seperti PPSI (Prosedur pengembangan sistim instruksional), Satpel (Satuan Pelajaran) atau sejenisnya, Strategi belajar mengajar lebih luaas dari semua itu. Mempertimbangkan suatu strategi bearti mencari dan memilih model dan pendekatan proses belajar mengajar yang didasarkan atas karakteristik dan kebutuhan belajar peserta didik dan kondisi lingkungan serta tujuan yang akan dicapai.
Dengan kata lain strategi belajar mengajar merupakan siasat guru untuk mengoptimalkan interaksi antara peserta didik dengan komponen komponen lain dari sistem instruksional secara konsisten.
Berbicara strategi belajar mengajar, tidak bisa dipisahkan dengan metode mengajar. Karena metode ini merupakan cara – cara yang ditempuh guru untuk menciptakan situasi pengajaran yang menyenangkan dan mendukung bagi kelancaran proses belajar dan tercapainya prestasi belajar anak yang memuaskan. Sunaryo (1995) menunjukan adanya pola dasar yang menjadi rujukan dalam rangka implemetasi DAP (Developmentally Appropriate Practice).
Sebenarnya metode mengajar yang dapat dipelajari guru sesuai dengan pola dasar tersebut adalah demikian banyak. Akan tetapi yang akan diperkenalkan paling tidak dengan 10 metode mengajar, yaitu metode ceramah, tanya jawab, diskusi, kerja kelompok, pemberian tugas, demonstrasi, simulasi, inkuiri dan metode pengajaran unit-pembelajaran terpadu.
Dalam kesempatan ini penulis akan menyampaikan dua metode terakhir yaitu metode inkuiri dan metode pengajaran unit. Karena metode ini merupakan metode yang relatif baru yang diperkenalkan kepada guru-guru bersamaan dengan meluasnya CBSA. Metode inkuiri disebut juga metode penemuan yang sangat penting untuk dilakukan peserta didik usia sekolah dasar.
Metode inkuiri ini dapat dirancang penggunaannya oleh guru menurut kemampuan mereka atau menurut tingkat perkembangan intelektualnya. Bukankah mereka memiliki sifatnya yang aktif ingin tahu yang besar, terlibat dalam suatu situasi secara utuh dan reflek terhadap sesuatu proses dan hasil-hasil yang ditemukan.
Metode penemuan adalah cara penyajian pelajaran yang memberi kesempatan kepada peserta didik untuk menemukan inpormasi dengan aktif tanpa bantuan guru. Metode penemuan melibatkan peserta didik dalam proses-proses mental dalam rangka pengembangannya. Metode ini memungkinkan para peserta didik menentukan sendiri informasi-informasi yang diperlukan untuk mencapai tujuan belajarnya.

Adapun tujuan  metode penemuan adalah :
  1. Meningkatkan keterlibatan peserta didik dalam menemukan dan memproses bahan pelajarannya.
  2. Mengurangi ketergantungan  peserta didik pada guru untuk mendapatkan pengalaman belajarnya.
  3. Melatih peserta didik menggali dan memanfaatkan lingkungan sebagai sumber belajar yang tidak ada habisnya.
  4. Memberi pengalaman belajar seumur hidup.

Alasan penggunaan metode penemuan :
  1. Perkembangan dan kemajuan ilmu pengetahuan yang pesat
  2. Belajar tidak hanya dapat diperoleh dari sekolah tetapi dari lingkungan sekitar.
  3. Melatih peserta didik untuk memiliki kesadaran sendiri kebutuhan belajarnya.
  4. Penanaman kebiasaan untuk belajar berlangsung seumur hidup.

Kekuatan metode penemuan
Kekuatan metode inkuiri adalah :
  1. Menekankan kepada proses pengolahan informasi oleh peserta didik sendiri.
  2. Membuat konsep diri peserta didik bertambah dengan penemuan-penemuannya yang diperoleh.
  3. Memiliki kemungkinan besar untuk memperbaiki dan memperluas penyediaan dan penguasaan keterampilan dalam proses kognitif para peserta didik.
  4. Penemuan-penemuan yang diperoleh peserta didik dapat menjadi kepemilikannya dan sangat sulit melupakannya.
  5. Tidak menjadikan guru sebagai satu-satunya sumber belajar karena peserta didik belajar dengan memanfaatkan berbagai jenis sumber belajar.

Metode Pengajaran Unit
Metode pengajaran unit amatlah sesuai dilihat dari pendekatan DAP karena melalui pengajaran ini keunikan atau keragaman dan berbagai tingkatan perkembangan peserta didik dapat diakomodasikan. Pengajaran bisa menjadi lebih terbuka dengan tersedianya berbagai kesempatan bagi si anak memiliki kegiatan belajar. Suatu pengajaran unit bisa menjadi ”harinya” bagi si anak.
Pengajaran unit lebih dikenal dengan istilah ”unit teching” merupakan pengajaran yang mengarahkan kegiatan peserta didik pada pemecahan suatu masalah yang dirumuskan dahulu secara bersama-sama. Metode pengajaran unit didefinisikan sebagai cara penyajian pembelajaran yang bertitik tolak dari suatu masalah, kemudian dibahas dari berbagai segi yang berhubungan sehingga pemecahanya secara keseluruhan dan bermakna. Dalam perkembangan terakhir ini pengajaran unit sering diungkapkan sebagai pembelajaran berkorelasi atau pembelajaran terpadu.

Terdapat beberapa jenis pemecahan masalah dalam pengajaran unit yaitu :
  1. Keterhubungan antar dua atau lebih masalah, konsep, keterampilan, tugas, atau ide-ide lain di dalam satu bidang study yang dikenal dalam pembelajaran terpadu sebagai Model Terhubung. ( Connetec; Model )
  2. Jaringan topik yaitu pemecahan masalah yang melibatkan penetapan tema dan beberapa topik atau sub tema dalam berbagai bidang study, yang dalam pembelajaran terpadu dikenal sebagai model Jaring Laba-Laba ( Webbel; Model)
  3. Lintas bidang study yaitu pemecahan masalah yang melibatkan adanya perioritas kurikuler dan menemukan pengetahuan atau konsep keterampilan dan sikap yang tumpang tindih ( Operlapping ) dari bebarapa bidang study yang dalam pembelajaran terpadu dikenal dengan sebutan Model Terpadu itu sendiri ( Integrated Model).

Adapun tujuan dan penggunaan metode pengajaran unit adalah :
  1. Melatih peserta didik berpikir komperehensif dengan cara mengkaji dan memecahkan permasalahan dari berbagai disiplin ilmu atau berbagai aspek.
  2. Melatih peserta didik menggunakan keterampilan proses atau metode ilmiah dengan pemecahan msalah.
  3. Terbentuk sikap kritis, kerjasama, rasa ingin tahu, menghargai waktu dan menghargai pendapat orang lain.
  4. Melatih peserta didik agar memiliki kemampuan merencanakan mengorganisasi dan memimpin suatu kegiatan.
  5. Mengembangkan keterampilan berkomonikasi.

Kekuatan dan Keterbatasan Metode Pengajaran Unit
A. Kekuatan Metode Pengajaran Unit
            Berbagai kekuatan penggunaan Metode Pengajaran Unit ini, adalah :
  1. Membantu peserta didik lebih berpikir komperehensif.
  2. Memperluas wawasan peserta didik dalam ilmu pengetahuan dengan keanekaragaman sumber informasi.
  3. Memperhatikan karaktersitik peserta didik secara khusus.
  4. Menciptakan iklim demokratis dalam belajar dimana peserta didik dapat menentukan rencana bersama guru tentang topik yang akan dibahas.
  5. Pengajaran unit disesuaikan dengan tingkat perkembangan minat dan bakat peserta didik sehingga pengajaran akan lebih bermakna.
B. Keterbatasan Metode Pengajaran Unit
            Adapun berbagai keterbatasan kegunaan metode ini adalah :
  1. Sulit menentukan topik yang sesuai dengan minat, bakat dan perkembangan anak.
  2. Memerlukan kecakapan khusus dalam melaksanakan pengajaran unit.
  3. Memerlukan biaya yang cukup besar.
  4. Memerlukan waktu yang cukup lama.
  5. Kemungkinan pemecahan masalah yang kabur dan dangkal karena ditinjau dari berbagai disiplin ilmu dan tidak semua disiplin ilmu dapat dikuasai peserta didik dengan baik.

Senin, 25 Oktober 2010

Pembelajaran PAKEM

Belajar itu menyenangkan. Tapi, siapa yang menjadi stakeholder dalam proses pembelajaran yang menyenangkan itu? Jawabannya adalah siswa. Siswa harus menjadi arsitek dalam proses belajar mereka sendiri. Kita semua setuju bahwa pembelajaran yang menyenangkan merupakan dambaan dari setiap peserta didik. Karena proses belajar yang menyenangkan bisa meningkatkan motivasi belajar yang tinggi bagi siswa guna menghasilkan produk belajar yang berkualitas. Untuk mencapai keberhasilan proses belajar, faktor motivasi merupakan kunci utama. Seorang guru harus mengetahui secara pasti mengapa seorang siswa memiliki berbagai macam motif dalam belajar. Ada empat katagori yang perlu diketahui oleh seorang guru yang baik terkait dengan motivasi “mengapa siswa belajar”, yaitu (1) motivasi intrinsik (siswa belajar karena tertarik dengan tugas-tugas yang diberikan), (2) motivasi instrumental (siswa belajar karena akan menerima konsekuensi: reward atau punishment), (3) motivasi sosial (siswa belajar karena ide dan gagasannya ingin dihargai), dan (4) motivasi prestasi (siswa belajar karena ingin menunjukkan kepada orang lain bahwa dia mampu melakukan tugas yang diberikan oleh gurunya).
Dalam paradigma baru pendidikan, tujuan pembelajaran bukan hanya untuk merubah perilaku siswa, tetapi membentuk karakter dan sikap mental profesional yang berorientasi pada global mindset. Fokus pembelajarannya adalah pada ‘mempelajari cara belajar’ (learning how to learn) dan bukan hanya semata pada mempelajari substansi mata pelajaran. Sedangkan pendekatan, strategi dan metoda pembelajarannya adalah mengacu pada konsep konstruktivisme yang mendorong dan menghargai usaha belajar siswa dengan proses enquiry & discovery learning. Dengan pembelajaran konstruktivisme memungkinkan terjadinya pembelajaran berbasis masalah. Siswa sebagai stakeholder terlibat langsung dengan masalah, dan tertantang untuk belajar menyelesaikan berbagai masalah yang relevan dengan kehidupan mereka. Dengan skenario pembelajaran berbasis masalah ini siswa akan berusaha memberdayakan seluruh potensi akademik dan strategi yang mereka miliki untuk menyelesaikan masalah secara individu/kelompok. Prinsip pembelajaran konstruktivisme yang berorientasi pada masalah dan tantangan akan menghasilkan sikap mental profesional, yang disebut researchmindedness dalam pola pikir siswa, sehingga kegiatan pembelajaran selalu menantang dan menyenangkan.
Mengapa Pakem.
Pakem yang merupakan singkatan dari pembelajaran aktif, kreatif, efektif dan menyenangkan, merupakan sebuah model pembelajaran kontekstual yang melibatkan paling sedikit empat prinsip utama dalam proses pembelajarannya. Pertama, proses Interaksi (siswa berinteraksi secara aktif dengan guru, rekan siswa, multi-media, referensi, lingkungan dsb). Kedua, proses Komunikasi (siswa mengkomunikasikan pengalaman belajar mereka dengan guru dan rekan siswa lain melalui cerita, dialog atau melalui simulasi role-play). Ketiga, proses Refleksi, (siswa memikirkan kembali tentang kebermaknaan apa yang mereka telah pelajari, dan apa yang mereka telah lakukan). Keempat, proses Eksplorasi (siswa mengalami langsung dengan melibatkan semua indera mereka melalui pengamatan, percobaan, penyelidikan dan/atau wawancara).
Pelaksanaan Pakem harus memperhatikan bakat, minat dan modalitas belajar siswa, dan bukan semata potensi akademiknya. Dalam pendekatan pembelajaran Quantum (Quantum Learning) ada tiga macam modalitas siswa, yaitu modalitas visual, auditorial dan kinestetik. Dengan modalitas visual dimaksudkan bahwa kekuatan belajar siswa terletak pada indera ‘mata’ (membaca teks, grafik atau dengan melihat suatu peristiwa), kekuatan auditorial terletak pada indera ‘pendengaran’ (mendengar dan menyimak penjelasan atau cerita), dan kekuatan kinestetik terletak pada ‘perabaan’ (seperti menunjuk, menyentuh atau melakukan). Jadi, dengan memahami kecenderungan potensi modalitas siswa tersebut, maka seorang guru harus mampu merancang media, metoda/atau materi pembelajaran kontekstual yang relevan dengan kecenderungan potensi atau modalitas belajar siswa.
Peranan Seorang Guru.
Agar pelaksanaan Pakem berjalan sebagaimana diharapkan, John B. Biggs and Ross Telfer, dalam bukunya “The Process of Learning”, 1987, edisi kedua, menyebutkan paling tidak ada 12 aspek dari sebuah pembelajaran kreatif, yang harus dipahami dan dilakukan oleh seorang guru yang baik dalam proses pembelajaran terhadap siswa:
1. Memahami potensi siswa yang tersembunyi dan mendorongnya untuk berkembang sesuai
dengan kecenderungan bakat dan minat mereka,
2. Memberikan kesempatan kepada siswa untuk belajar meningkatkan rasa tanggung jawab dalam melaksanakan tugas dan bantuan jika mereka membutuhkan,
3. Menghargai potensi siswa yang lemah/lamban dan memperlihatkan entuisme terhadap ide serta gagasan mereka,
4. Mendorong siswa untuk terus maju mencapai sukses dalam bidang yang diminati dan penghargaan atas prestasi mereka,
5. Mengakui pekerjaan siswa dalam satu bidang untuk memberikan semangat pada pekerjaan lain berikutnya.
6. Menggunakan kemampuan fantasi dalam proses pembelajaran untuk membangun hubungan dengan realitas dan kehidupan nyata.
7. Memuji keindahan perbedaan potensi, karakter, bakat dan minat serta modalitas gaya belajar individu siswa,
8. Mendorong dan menghargai keterlibatan individu siswa secara penuh dalam proyek-proyek pembelajaran mandiri,
9. Menyatakan kapada para siswa bahwa guru-guru merupakan mitra mereka dan perannya sebagai motivator dan fasilitator bagi siswa.
10. Menciptakan suasana belajar yang kondusif dan bebas dari tekanan dan intimidasi dalam usaha meyakinkan minat belajar siswa,
11. Mendorong terjadinya proses pembelajaran interaktif, kolaboratif, inkuiri dan diskaveri agar terbentuk budaya belajar yang bermakna (meaningful learning) pada siswa.
12. Memberikan tes/ujian yang bisa mendorong terjadinya umpan balik dan semangat/gairah pada siswa untuk ingin mempelajari materi lebih dalam.
Selanjutnya bentuk-bentuk pertanyaan yang dapat menggugah terjadinya ”pembelajaran aktif,
kreatif, efektif dan menyenangkan” (Pakem), bisa diterapkan antara lain dalam salah satu
kegiatan belajar kelompok (studi kasus). Menurut Wassermen (1994), pertanyaan-pertanyaan yang memerlukan pemikiran yang dalam untuk sebuah solusi atau yang bersifat mengundang, bukan instruksi atau memerintah. Misalnya dengan menggunakan kata kerja : menggambarkan, membandingkan, menjelaskan, menguraikan atau dengan menggunakan kata-kata: apa, mengapa atau bagaimana dalam kalimat bertanya. Berikut adalah beberapa contoh bentuk pertanyaan yang bisa memberikan respon kreatif terhadap pertanyaan-pertanyaan tersebut.
1. Jelaskan bagaimana situasi ini bisa ditangani secara berbeda ?
2. Bandingkan situasi ini dengan situasi sekarang !
3. Ceriterakan contoh yang sama dengan pengalaman Anda sendiri !
Para siswa bisa juga diminta untuk menjawab sejumlah pertanyaan yang nampaknya sesuai dengan semua skenario. Contoh pertanyaan-pertanyaan berikut dapat memprovokasi siswa untuk berpikir tentang kasus yang dibahas.
1. Apa yang Anda bayangkan sebagai kemungkinan dari akibat tindakan tersebut ?
2. Dengan melihat kebelakang, bagaimana Anda menilai diri Anda sendiri ?
3. Dengan mengatakan yang sesungguhnya, apa kesimpulan Anda tentang isu penting itu ?
Proses pembelajaran akan berlangsung seperti yang diharapkan dalam pelaksanaan konsep
Pakem jika peran para guru dalam berinteraksi dengan siswanya selalu memberikan motivasi,
dan memfasilitasinya tanpa mendominasi, memberikan kesempatan untuk berpartisipasi aktif,
membantu dan mengarahkan siswanya untuk mengembangkan bakat dan minat mereka melalui
proses pembelajaran yang terencana. Perlu dicatat bahwa tugas dan tanggung jawab utama para
guru dalam paradigma baru pendidikan ”bukan membuat siswa belajar” tetapi ”membuat
siswa mau belajar”, dan juga ”bukan mengajarkan mata pelajaran” tetapi ”mengajarkan cara
bagaimana mempelajari mata pelajaran ”. Prinsip pembelajaran yang perlu dilakukan: ”Jangan meminta siswa Anda hanya untuk mendengarkan, karena mereka akan lupa. Jangan membuat siswa Anda memperhatikan saja, karena mereka hanya bisa mengingat. Tetapi yakinkan siswa Anda untuk melakukannya, pasti mereka akan mengerti”.
Penilaian Hasil Belajar.
Sebuah pertanyaan untuk direnungkan. Apakah sebuah ”Penilaian Mendorong Pembelajaran ?” atau apakah ”pembelajaran itu untuk mempersiapkan sebuah tes ? ” atau apakah ’Pembelajaran dan Tes’ tersebut dilakukan guna mendapatkan pengakuan tentang kompetensi yang diperlukan siswa atau sekolah? Dalam pelaksanaan konsep Pakem, penilaian dimaksudkan untuk mengukur tingkat keberhasilan siswa, baik itu keberhasilan dalam proses maupun keberhasilan dalam lulusan (output). Keberhasilan proses dimaksudkan bahwa siswa berpartisipasi aktif, kreatif dan senang selama mengikuti kegiatan pembelajaran. Sedangkan keberhasilan lulusan (output) adalah siswa mampu menguasai sejumlah kompetensi dan standar kompetensi dari setiap Mata Pelajaran, yang ditetapkan dalam sebuah kurikulum. Inilah yang disebut efektif dan menyenangkan. Jadi, penilaian harus dilakukan dan diakui secara komulatif. Penilaian harus mencakup paling sedikit tiga aspek : pengetahuan, sikap dan keterampilan. Ini tentu saja melibatkan Professional Judgment dengan memperhatikan sifat obyektivitas dan keadilan. Untuk ini, pendekatan Penilaian Acuan Norma (PAN) dan Penilaian Acuan Patokan (PAP) merupakan pendekatan penilaian alternatif yang paling representatif untuk menentukan keberhasilan pembelajaran Model Pakem.
Media dan bahan ajar. ”Media dan Bahan Ajar” selalu menjasi penyebab ketidakberhasilan sebuah proses pembelajaran di sekolah. Sebuah harapan yang selalu menjadi wacana di antara para pendidik/guru kita dalam melaksanakan tugas mengajar mereka di sekolah adalah tidak tersedianya ’media pembelajaran dan bahan ajar’ yang cukup memadai. Jawaban para guru ini cukup masuk akal. Seakan ada korelasi antara ketersediaan ’media bahan ajar’ di sekolah dengan keberhasilan pembelajarn siswa. Kita juga sepakat bahwa salah satu penyebab ketidakberhasilan proses pemblajarn siswa di sekolah adalah kurangnya media dan bahan ajar. Kita yakin bahwa pihak manajemen sekolah sudah menyadarinya. Tetapi, sebuah alasan klasik selalu kita dengar bahwa ”sekolah tidak punya dana untuk itu”!.
Dalam pembelajaran Model Pakem, seorang guru mau tidak mau harus berperan aktif, proaktif dan kreatif untuk mencari dan merancang media/bahan ajar alternatif yang mudah, murah dan sederhana. Tetapi tetap memiliki relevansi dengan tema mata pelajaran yang sedang dipelajari siswa. Penggunaan perangkat multimedia seperti ICT sungguh sangat ideal, tetapi tidak semua sekolah mampu mengaksesnya. Tanpa merendahkan sifat dan nilai multimedia elektronik, para guru dapat memilih dan merancang media pembelajaran alternatif dengan menggunakan berbagai sumber lainnya, seperti bahan baku yang murah dan mudah di dapat, seperti bahan baku kertas/plastik, tumbuh-tumbuhan, kayu dan sebagainya, guna memotivasi dan merangsang proses pembelajaran yang kreatif dan menyenangkan.
Dalam kesempatan melakukan studi banding di Jerman, saya melihat bagaimana seorang guru fisika di sebuah Sekolah Kejuruan (Berlin) menggunakan alat peraga simulasi (Holikopter) yang dibuat dari kertas karton yang diapungkan didepan kelas dengan menggunakan sebuah blower untuk memudahkan para siswa dalam memahami prinsip-prinsip yang berkaitan dengan mata pelajaran fisika tersebut. Proses pembelajarannya mudah dipahami dan sangat menyenangkan. Media simulasi ini tidak dibeli sudah jadi, tetapi dirancang oleh seorang guru mata pelajaran fisika itu sendiri. Saya kira inilah yang disebut guru yang kreatif. Jadi, model ’pembelajaran aktif, kreatif, efektif dan menyenangkan’, atau yang kita sebut dengan PAKEM itu tidak selalu mahal. Unsur kreatifitas itu bukan terletak pada produk/media yang sudah jadi, tetapi lebih pada pola fikir dan strategi yang digunakan secara tepat oleh seorang guru itu sendiri dalam merancang dan mengajarkan materi pelajarannya.
Dalam merancang sebuah media pembelajaran, aspek yang paling penting untuk diperhatikan
oleh seorang guru adalah karakteristik dan modalitas gaya belajar individu peserta didik, seperti
disebutkan dalam pendekatan ’Quantum Learning’ dan Learning Style Inventory’. Media yang
dirancang harus memiliki daya tarik tersendiri guna merangsang proses pembelajaran yang
menyenangkan. Sementara ini media pembelajaran yang relatif cukup representatif digunakan
adalah media elektronik (Computer – Based Learning). Selanjutnya skenario penyajian ’bahan
ajar’ harus dengan sistem modular dengan mengacu pada pendekatan Bloom Taksonomi. Ini
dimaksudkan agar terjadi proses pembelajaran yang terstruktur, dinamis dan fleksibel, tanpa
harus selalu terikat dengan ruang kelas, waktu dan/atau guru. Perlu dicatat bahwa tujuan akhir mempelajari sebuah mata pelajaran adalah agar para siswa memiliki kompetensi sebagaimana ditetapkan dalam Standar Kompetensi (baca Kurikulum Nasional). Untuk itu langkah/skenario penyajian pembelajarn dalam setiap topik/mata pelajaran harus dituliskan secara jelas dalam sebuah Modul. Dengan demikian diharapkan para siswa akan terlibat dalam proses pembelajaran tuntas (Mastery Learning) dan bermakna (Meaningful Learning).
Dalam proses belajar mengajar sangat diperlukan strategi pembelajaran yang sangat baik dan cocok untuk situasi dan kondisi siswa. Strategi yang sangat cocok dan menarik peserta didik dalam pembelajaran sekarang ini dikenal dengan nama PAKEM (Pembelajaran Aktif Kreatif Efektif dan Menyenangkan)
PAKEM adalah sebuah model pembelajaran yang memungkinkan peserta didik mengejakan kegiatan yang beragam untuk mengembangkan keterampilan dan pemahaman dengan penekanan kepada belajar sambil bekerja, sementara guru menggunakan berbagai sumber dan alat bantu belajar termasuk pemanfaatan lingkungan supaya pembelajaran lebih menarik, menyenangkan dan efektif.
A. ALASAN PENERAPAN PAKEM
PAKEM diterapkan dilatarbelakangi oleh kenyataan bahwa pembelajaran model konvensional dinilai menjemukan, kurang menarik bagi para peserta didik sehingga berakibat kurang optimalnya penguasaan
materi bagi peserta didik.
B. CIRI-CIRI / KARAKTERISTIK PAKEM
Ciri-ciri/karakteristik PAKEM adalah:
a. Pembelajarannya mengaktifkan peserta didik
b. Mendorong kreativitas peserta didik &guru
c. Pembelajarannya efektif
d. Pembelajarannya menyenangkan utamanya bagi peserta didik
C. PRINSIP PAKEM
Prinsip PAKEM antara lain:
1. Mengalami: peserta didik terlibat secara aktif baik fisik, mental maupun emosional
2. Komunikasi: kegiatan pembelajaran memungkinkan terjadinya komunikasi antara guru dan peserta diidik
3. Interaksi: kegiatan pembelajarannyaa memungkinkan terjadinya interaksi multi arah
4. Refkesi: kegiatan pembelajarannya memungkinkan peserta didik memikirkan kembali apa yang telah dilakukan
D. JENIS PENILAIAN SESUAI DG PEMBELAJARAN MODEL PAKEM
1. Penilaian yang sesuai dengan pembelajaran model Pakem adalah penilaian otentik yang merupakan proses pengumpulan informasi oleh guru tentang perkembangan dan pencapaian pembelajaran yang dilakukan oleh peserta didik melalui berbagai teknik yang mampu mengungkapkan, membuktikan atau menunjukkan secara tepat bahwa tujuan pembelajaran telah benar-benar dikuasai dan dicapai.
2. Tujuan Penilaian otentik itu sendiri adalah untuk: (a) Menilai Kemampuan Individual melalui tugas tertentu; (b) Menentukan kebutuhan pembelajaran; (c) Membantu dan mendorong siswa; (d) Membantu dan mendorong guru untuk mengajar yang lebih baik; (e) Menentukan strategi pembelajaran; (f) Akuntabilitas lembaga; dan (g) Meningkatkan kualitas pendidikan.
3. Bentuk penilaian tes dapat dilakukan secara lisan, tertulis, dan perbuatan. Sementara itu, bentuk penilaian non tes dilakukan dengan menggunakan skala sikap, cek lis, kuesioner, studi kasus, dan portofolio.
4. Dalam pembelajaran, dengan pendekatan Pakem rangkaian penilaian ini seyogiayanya dilakukan oleh seorang guru. Hal ini disebabkan setiap jenis atau bentuk penilaian tersebut memiliki beberapa kelemahan selain keunggulan.
E. TUJUAN PENILAIAN PEMBELAJARAN MODEL PAKEM
1. Menilai kemampuan individual melalui tugas tertentu
2. Menentukan kebutuhan pembelajaran
3. Membantu dan mendorong siswa
4. Membantu dan mendorong guru untuk mengajar yang lebih baik
5. Menentukan strategi pembelajaran
6. Akuntabilitas lembaga
7. Meningkatkan kualitas pendidikan
F. MERANCANG DAN MELAKSANAKAN PENILAIAN PEMBELAJARAN MODEL PAKEM
1. Merancang penilaian dilakukan bersamaan dengan merancang pembelajaran tersebut. Penilaian disesuaikan dengan pendekatan dan metode yang dilaksanakan dalam pembelajaran.
2. Dalam pembelajaran dengan pendekatan model Pakem, penilaian dirancang sebagaimana dengan penilaian otentik. Artinya, selama pembelajaran itu berlangsung, guru selain sebagai fasilitator juga melakukan penilaian dengan berbagai alat yang sesuai dengan kegiatan yang dilakukan oleh siswa.

Peranan media pembelajaran di SD

A.       MANFAAT MEDIA
Media pembelajaran dapat mengatasi keterbatasan pengalaman yang dimiliki oleh para peserta didik. Pengalaman tiap peserta didik berbeda-beda, tergantung dari faktor-faktor yang menentukan kekayaan pengalaman anak, seperti ketersediaan buku, kesempatan melancong, dan sebagainya. Media pembelajaran dapat mengatasi perbedaan tersebut. Jika peserta didik tidak mungkin dibawa ke objek langsung yang dipelajari, maka objeknyalah yang dibawa ke peserta didik. Objek dimaksud bisa dalam bentuk gambar-gambar yang dapat disajikan secara audio visual dan audial.
Media pembelajaran dapat melampaui batasan ruang kelas. Banyak hal yang tidak mungkin dialami secara langsung di dalam kelas oleh para peserta didik tentang suatu objek yang disebabkan karena:
(a)   objek terlalu besar,
(b)   objek terlalu kecil,
(c)   objek yang bergerak terlalu lambat,
(d)   objek yang bergerak terlalu cepat,
(e)   objek yang terlalu kompleks,
(f)     objek yang bunyinya terlalu halus,
(g)   objek yang mengandung berbahaya dan resiko tinggi. Melalui penggunaan media yang tepat, maka semua objek itu dapat disajikan kepada peserta didik.
Media pembelajaran yang memungkinkan adanya interaksi langsung antara peserta didik dengan lingkungannya. Media menghasilkan keseragaman pengamatan. Media dapat menanamkan konsep dasar yang benar, kongkrit, dan realistis. Media membangkitkan keinginan dan minat baru. Media membangkitkan motivasi dan merangsang anak untuk belajar. Media memberikan pengalaman yang integral/menyeluruh dari yang kongkrit sampai dengan abstrak.Ada beberapa kriteria untuk menilai keefektifan sebuah media[13].
Hubbard mengusulkan sembilan kriteria untuk menilainya[14]. Kriteria pertamanya adalah biaya. Biaya memang harus dinilai dengan hasil yang akan dicapai dengan penggunaan media itu. Kriteria lainnya adalah ketersediaan fasilitas pendukung seperti listrik, kecocokan dengan ukuran kelas, keringkasan, kemampuan untuk dirubah, waktu dan tenaga penyiapan, pengaruh yang ditimbulkan, kerumitan dan yang terakhir adalah kegunaan. Semakin banyak tujuan pembelajaran yang bisa dibantu dengan sebuah media semakin baiklah media itu.
Thorn[15], mengajukan enam kriteria untuk menilai multimedia interaktif. Kriteria penilaian yang pertama adalah kemudahan navigasi. Sebuah program harus dirancang sesederhana mungkin sehingga pembelajaran bahasa tidak perlu belajar komputer lebih dahulu. Kriteria yang kedua adalah kandungan kognisi, kriteria yang lainnya adalah pengetahuan dan presentasi informasi. Kedua kriteria ini adalah untuk menilai isi dari program itu sendiri, apakah program telah memenuhi kebutuhan pembelajaran si pembelajar atau belum. Kriteria keempat adalah integrasi media di mana media harus mengintegrasi aspek dan keterampilan bahasa yang harus dipelajari. Untuk menarik minat pembelajar program harus mempunyai tampilan yang artistik maka estetika juga merupakan sebuah kriteria. Kriteria penilaian yang terakhir adalah fungsi secara keseluruhan. Program yang dikembangkan harus memberikan pembelajaran yang diinginkan oleh pembelajar. Sehingga pada waktu seorang selesai menjalankan sebuah program dia akan merasa telah belajar sesuatu.
Secara umum manfaat media pembelajaran adalah memperlancar interaksi antara guru dengan siswa sehingga kegiatan pembelajaran lebih afektif dan efisien. Sedangkan secara lebih khusus manfaat media pembelajaran adalah:
1.      Penyampaian materi pembelajaran dapat diseragamkan
Dengan bantuan media pembelajaran, penafsiran yang berbeda antar guru dapat dihindari dan dapat mengurangi terjadinya kesenjangan informasi diantara siswa dimanapun berada.  
2.      Proses pembelajaran menjadi lebih jelas dan menarik
Media dapat menampilkan informasi melalui suara, gambar, gerakan dan warna, baik secara alami maupun manipulasi, sehingga membantu guru untuk menciptakan suasana belajar menjadi lebih hidup, tidak monoton dan tidak membosankan.
3.      Proses pembelajaran menjadi lebih interaktif
Dengan media akan terjadinya komukasi dua arah secara aktif, sedangkan tanpa media guru cenderung bicara satu arah.
4.      Efisiensi dalam waktu dan tenaga
Dengan media tujuan belajar akan lebih mudah tercapai secara maksimal dengan waktu dan tenaga seminimal mungkin. Guru tidak harus menjelaskan materi ajaran secara berulang-ulang, sebab dengan sekali sajian menggunakan media, siswa akan lebih mudah memahami pelajaran.
5.      Meningkatkan kualitas hasil belajar siswa
Media pembelajaran dapat membantu siswa menyerap materi belajar lebih mandalam dan utuh. Bila dengan mendengar informasi verbal dari guru saja, siswa kurang memahami pelajaran, tetapi jika diperkaya dengan kegiatan melihat, menyentuh, merasakan dan mengalami sendiri melalui media pemahaman siswa akan lebih baik.
6.      Media memungkinkan proses belajar dapat dilakukan di mana saja dan kapan saja
Media pembelajaran dapat dirangsang sedemikian rupa sehingga siswa dapat melakukan kegiatan belajar dengan lebih leluasa dimanapun dan kapanpun tanpa tergantung seorang guru.Perlu kita sadari waktu belajar di sekolah sangat terbatas dan waktu terbanyak justru di luar lingkungan sekolah.
7.      Media dapat menumbuhkan sikap positif siswa terhadap materi dan proses belajar
Proses pembelajaran menjadi lebih menarik sehingga mendorong siswa untuk mencintai ilmu pengetahuan dan gemar mencari sendiri sumber-sumber ilmu pengetahuan.
8.      Mengubah peran guru ke arah yang lebih positif dan produktif
Guru dapat berbagi peran dengan media sehingga banyak mamiliki waktu untuk memberi perhatian pada aspek-aspek edukatif lainnya, seperti membantu kesulitan belajar siswa, pembentukan kepribadian, memotivasi belajar, dan lain-lain.
B.      PERANAN MEDIA DALAM PROSES PEMBELAJARAN DI SEKOLAH DASAR
Kenyataannya, peranan media pembelajaran di sekolah dasar kurang begitu diperhatikan oleh pendidik. Peserta didik yang seharusnya dapat mengoptimalkan pembelajaran dengan baik, namun tidak didukung dengan penggunaan media pembelajaran yang relevan cenderung menjadikan siswa sebagai peserta didik menjadi verbalistik (hanya sebatas teori tanpa didukung dengan data yang konkrit). Sebagai contoh, siswa mempelajari jenis alat transportasi darat berupa delman, di Jakarta sebagaimana di tempat penulis bertugas, tidak semua siswa di sekolah dasar mengenal, mengetahui, dan memahami delman sebagaimana kenyataannya karena tidak semua siswa pernah menjumpai kereta beroda dua ini. Oleh sebab itu penggunaan media untuk menghilangkan kesan verbalistik ini sangat penting peranannya.
Penggunaan media pembelajaran pada tiap satuan pendidikan saat ini sangat dianjurkan bahkan diupayakan untuk ada pada tiap-tiap proses pembelajaran khususnya di tingkat satuan pendidikan dasar. Media ini tentunya tidak hanya atas dasar ada saja, tetapi kesesuaian dan ketepatan penggunaan dalam proses penyampaian pesan pembelajaran yang akan diberikan.
Peranan media yang semakin meningkat sering menimbulkan kekhawatiran pada guru. Namun sebenarnya hal itu tidak perlu terjadi, masih banyak tugas guru yang lain seperti memberikan perhatian dan bimbingan secara individual kepada siswa yang selama ini kurang mendapat perhatian. Kondisi ini akan terus terjadi selama guru menganggap dirinya merupakan satu-satunya sumber dalam proses pembelajaran. Jika guru memanfaatkan berbagai media pembelajaran secara baik, guru dapat berbagi peran dengan media. Peran guru akan lebih mengarah sebagai manajer pembelajaran dan bertanggung jawab menciptakan kondisi sedemikian rupa agar siswa dapat belajar secara optimal. Untuk itu guru lebih berfungsi sebagai penasehat, pembimbing, motivator dan fasilitator dalam proses pembelajaran[16].
C.      KRITERIA PEMILIHAN MEDIA DALAM PROSES PEMBELAJARAN
Menurut Wilkinson[17], ada beberapa hal yang perlu di perhatikan dalam memilih media pembelajaran, yakni :
1.      Tujuan
Media yang dipilih hendaknya menunjang tujuan pembelajaran yang dirumuskan. Tujuan yang dirumuskan ini adalah kriteria yang paling cocok, sedangkan tujuan pembelajaran yang lain merupakan kelengkapan dari kriteria utama.
2.      Ketepatgunaan
Jika materi yang akan dipelajari adalah bagian-bagian yang penting dari benda, maka gambar seperti bagan dan slide dapat digunakan. Apabila yang dipelajarai adalah aspek-aspek yang menyakut gerak, maka media film atau video akan lebih tepat. Wilkinson menyatakan bahwa penggunaan bahan-bahan yang bervariasi menghasilkan dan meningkatkan pencapain akademik.
3.      Keadaan siswa
Media akan efektif digunakan apabila tidak tergantung dari beda interindividual antara siswa. Msialnya kalau siswa tergolong tipe auditif/visual maka siswa yang tergolong auditif dapat belajar dengan media visual dari siswa yang tergolong visual dapat juga belajar dengan menggunakan media auditif.
4.      Ketersediaan
Walaupun suatu media dinilai sangat tepat untuk mencapai tuuan pembelajaran, media tersebut tidak dapat digunakan jika tidak tersedia. Menurut wilkinson, media merupakan alat mengajar dan belajar, peralatan tersebut harus tersedia ketika dibutuhkan untuk memenuhi keperluan siswa dan guru.
5.      Biaya
Biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh dan menggunakan media, hendaknya benar-benar seimbang dengan hasil-hasil yang akan dicapai.
Dalam kaitannya dengan pemilihan media pembelajaran yang sesuai dan tepat guna, kriteria yang paling utama adalah media harus disesuaikan dengan tujuan pembelajaran atau kompetensi yang ingin dicapai. Sebagai contoh, bila tujuan atau kompetensi peserta didik bersifat menghafalkan kata-kata tentunya media audio yang tepat untuk digunakan. Jika tujuan atua kompetnesi yang dicapai bersifat mehamai isi bacaan maka media cetak y ang lebih tepat digunakan. Bila tujuan pembelajaran bersifat motorik (gerak dan ativitas), maka media film dan video bisa digunakan. Di samping itu, terdapat kriteria lainnya yang bersifat melengkapi (komplementer).